7 Perlakuan yang Menerapkan Gentle Parenting (Pola Asuh Lembut)
Monday, June 5, 2023
Apa itu gentle parenting? Bagaimana contoh perlakuan yang menerapkan gentle parenting (pola asuh lembut)? Kita banyak mendengar berbagai istilah pola asuh, seperti tiger parenting (pola asuh macan), dolphin parenting, permissive parenting (pola asuh serba membolehkan), helicopter parenting, french parenting, authoritarian parenting (pola asuh otoriter), authoritative parenting (pola asuh wibawa), dan lain sebagainya.
Hal yang perlu ditekankan oleh para orang tua adalah kita lebih mengenal anak kita dibandingkan orang lain. Kita tumbuh dan belajar menjadi orang tua begitupun anak kita. Ada kalanya, kita mengalami hari yang kurang baik, seperti berteriak atau marah. Ketika kita merasa belum melakukan yang terbaik, maka di saat itulah kita dapat belajar menjadi lebih baik.
Untuk menjadi orang tua yang lembut, kita tidak hanya mengubah perilaku sadar kita, tetapi juga perilaku bawah sadar kita. Kita hidup puluhan tahun dengan pengkondisian pola asuh yang bisa jadi jauh berbeda dengan gentle parenting (pola asuh lembut). Kita bisa jadi terpicu, tepeleset lagi dan lagi. Berikut pengertian, tujuan, kelebihan, dan contoh perilaku yang menerapkan gentle parenting.
Gentle Parenting (Pola Asuh Lembut)
Gentle Parenting (Pola Asuh Lembut) adalah pendekatan pola asuh untuk membesarkan anak yang bahagia, mandiri, dan percaya diri. Gaya pengasuhan ini memiliki empat prinsip, yaitu empati, rasa hormat, pengertian, dan batasan. Gaya pengasuhan yang fokus mengembangkan anak yang penuh kasih sayang, dan memiliki batasan yang konsisten.
Gentle parenting bertujuan mengembangkan anak yang penuh empati, dapat mengontrol diri, dan berperilaku tenang. Orang tua mencari tau pemicu perubahan perilaku pada anak, fokus mengubahnya menjadi positif, menerima segala sesuatu yang memang tidak dapat diubah, membuat kesepakatan untuk mendisiplinkan anak atau menetap batasan.
Disiplin yang biasanya identik dengan hukuman, pengucilan, marah, atau bentakan perlu diubah dengan membuat kesepakatan dengan anak dan memberikan contoh perilaku yang benar. Gentle parenting memberikan batasan perilaku pada anak sesuai kesepakatan bersama.
Contohnya adalah anak bermain dan enggan untuk selesai. Orang tua dapat mengajaknya untuk membuat kesepakatan dan mengizinkan dia untuk mengatur durasi bermain yang ia ingin dengan alarm. Saat alarm berbunyi, anak akan ingat dengan janjinya untuk selesai bermain.
Hasil dari gaya pengasuhan lembut (gentle parenting) tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Namun, hasilnya akan tampak dalam jangka panjang. Contoh keuntungan menerapkan gentle parenting adalah anak melakukan hal-hal baik dan kreatif tanpa takut dimarahi (cemas) atau tuntutan orang tua, keterampilan mengelola emosi anak, mempererat hubungan dengan orang tua,
Berbeda dengan pola asuh macan (tiger parenting) yang langsung tampak hasilnya, seperti anak disiplin dalam waktu singkat. Efek lain pola asuh macan adalah anak mudah cemas, akademik turun, depresi karena harus memenuhi ekspektasi tinggi orang tua. Kebalikan dengan pola asuh macan, pola asuh permisif (permissive parenting) yang serba membolehkan anak akan menjadi pekerjaan besar bagi orang tua dalam mendisiplinkan anak meski hubungan mereka tampak positif.
Berikut 7 Perlakuan Sehari-hari yang Mencontohkan Pola Gentle Parenting
1. Membuat Kesepakatan dengan Anak
Saat anak bermain, orang tua membuat kesepakatan mengenai durasi bermain. Contohnya "Berapa lama adik mau main? Bagaimana kalau 30 menit?". Jika anak ternyata belum mau selesai saat waktu telah habis, maka Ibu dapat bertanya kembali "Bukankah kita sudah sepakat sebelumnya? Iyah, boleh main lagi tetapi nanti lagi, ya!" dan seterusnya. Atau anak boleh mendapatkan tambahan waktu, tetapi dia yang menentukan sendiri durasinya "Okay, boleh main sebentar lagi, tetapi adik atur alarm ini ya! Kalau sudah bunyi, maka artinya kita sudah selesai!"
2. Menunjukkan Contoh Perilaku yang Benar
Saat anak-anak mencoret-coret tembok/ mengigit/ menggunting/ menempel stiker, orang tua dapat menunjukkan tempat yang tepat. Contohnya "Apa adik mau menggambar atau menulis? Ibu ada buku gambar. Adik bisa tulis disini, ya!" atau "Apa adik ingin gigit-gigit? Ibu ambilkan mainan teether adik, okay?".
Jika anak mulai suka memukul, maka orang tua dapat mencontohkan perilaku yang benar dengan meletakkan tangan anak yang digunakan untuk memukul untuk mengelus bagian yang dipukul dengan berkata "Ibu disayang begini ya, bukan dipukul. Bukankah begini lebih baik? Adik peluk ibu, ya? Adik kesel ya? Kasih tau ibu, ya! Apa yang adik ingin? Apa adik tidak suka ibu suruh tidur?". Hal lain yang dapat dilakukan juga adalah menahan tangan anak yang mau memukul dan meletakkannya di dada nya serta memberi nasehat yang lembut.
Photo by Paige Cody on Unsplash |
3. Menggunakan Alternatif dari Kata Tidak
Orang tua dapat menggunakan kalimat lain yang mengatakan tidak secara tidak langsung. Contoh kalimatnya adalah sebagai berikut.
"Iya, boleh. Tetapi, adik nanti bisa main lagi lain waktu!".
"Bukankah, kita sudah sepakat sebelumnya kalau mainnya sebentar?".
"Bagaimana kalau kita sudahi mainnya?".
"Terima kasih ya, nak! Tetapi, ibu tidak dulu!".
"Boleh main tetapi setelah makan, ya!".
"Seandainya kita bisa main lebih lama, tetapi sudah saatnya kita pulang!".
4. Tidak Menunjukkan Reaksi Berlebihan
Saat anak memegang gunting/ pisau/ pemotong kuku, Ibu tidak perlu bereaksi berlebihan. Ibu tetap bersikap cepat, tetapi dengan mimik wajah yang tenang. Hal ini untuk menghindari anak melakukannya diam-diam karena reaksi kita mengundang rasa ingin tau yang berlebihan.
5. Validasi Perasaan Anak dan Label Emosi
Anak menangis karena suatu hal adalah itu biasa. Orang tua dapat membantu memvalidasi perasaan anak bahwa perasaan itu boleh muncul. Kita membantu anak untuk mengenali perasaannya, sebab perasaan itu muncul, dan bagaimana mengatasinya. Contoh "Apa adik sedih? Adik kesal? Apa adik kesal karena adik bosan? Okay tidak apa-apa kesal karena bosan? Iya? Bagaimana kalau kita bermain supaya adik tidak bosan?"
6. Tidak Membuat Anak menjadi People Pleaser (Selalu ingin Menyenangkan Orang Lain)
Anak dapat memiliki sikap yang kurang menyenangkan bagi orang dewasa, seperti tidak mau bersalaman, tidak mau berbagi, terbawa perasaan (cengeng), bersikap memalukan, tidak sopan (kasar). Orang tua perlu menyadari bahwa hal tersebut yang wajar terjadi pada anak dan tidak menandakan kita adalah orang tua yang buruk. Contoh sikap yang perlu dilakukan dan tidak dilakukan orang tua.
"Yuk, kita bereskan mainannya agar rapi!" bukan "Yuk, bereskan mainannya, nanti ibu kasih permen!".
"Apa adik masih belum mau berbagi? Okay, tetapi kira-kira mainan mana yang boleh dimainin?".
"Maaf kalau kata-kata Ibu buat kamu tersinggung. Kamu pasti sedih".
"Paman adik datang! Apa adik mau bersalaman? Kenapa tidak? Okay, kalau kita sambut sekedar adik lihat mau?"
"Mengapa adik bersikap demikian? Boleh adik kasih tau ibu?"
"Jika bertemu yang lebih tua, maka adik perlu bersikap sopan."
7. Mengajari Berkata Tidak dengan Baik dan Batasan Diri
Orang tua mengajarkan anak untuk hormat pada orang dewasa bukan patuh. Mengapa demikian? Anak yang cenderung patuh akan rentan terhadap predator. Anak perlu dibekali cara berkata tidak/ menolak dan mengetahui batasan dirinya. Contohnya kalimat anak saat ingin berkata tidak "Adik tidak suka dibelai! Adik tidak nyaman! Tidak perlu tersinggung Ibu, Adik hanya ingin space (ruang)!"
Dalam perkembangannya, anak masih belajar antara perbedaan bahaya/ batas dan konsekuensi-nya. Anak akan mengatakan Ibu kejam/ jahat saat kita tidak mengizinkan ia makan permen terlalu banyak. Orang tua dapat mengedukasi di lain waktu tentang bahaya permen terlalu banyak dan cara menahan diri.
Baca juga:
- Bukan Hanya Melukis! 10 Kegiatan Seni untuk Anak 2 - 4 Tahun
- Bukan Mengeja! Inilah Kegiatan Literasi untuk Anak 2 - 4 Tahun
- Bukan Angka! Inilah Aktivitas Matematika untuk Anak 2 - 4 Tahun
Kesimpulan
Perlakuan yang menerapkan gentle parenting (pola asuh lembut) berarti memahami dan menganalisa pemicu dari perilaku anak, mengedepankan sikap empati, rasa hormat, pengertian tanpa lupa batasan anak, untuk tujuan pola asuh agar anak memiliki kemampuan sosial emosional yang baik.